Wednesday, June 18, 2014

SNI, The Way of Beneficent


SNI, Jalan Kemanfaatan
Oleh: M. Fakri Islami Arif*

            Sebagai seorang pelajar, tentu kita mengetahui bagaimana tata cara agar apa yang telah kita pelajari selama ini bisa berguna dan bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Di sini, penulis menggunakan kata "pelajar" bukan berarti hanya teruntukkan pada pelajar SD – SMA saja, melainkan semua orang yang sedang belajar. Pelajar berarti seseorang yang melakukan aktivitas berupa belajar. Sedangkan pengajar adalah orang yang melakukan aktivitas mengajar. Penulis tidak membedakan antara Pelajar dan Mahasiswa, karena Mahasiswa juga termasuk orang yang melakukan aktivitas belajar. Bahkan, seorang yang tua pun bisa dikatakan pelajar jika dia adalah pelaku belajar. Tanpa membahas panjang lebar mengenai "pelajar", penulis akan langsung membahas tentang beberapa hal yang harus dipahami bersama sebagai seorang pelajar.
            Tentunya, setiap orang menginginkan kebahagiaan kelak di masa depan. Tak seorang pun berharap masa depannya akan suram dan penuh dengan kegelapan. Semua orang menyadari hal tersebut. Namun pada kenyataannya, perilaku mereka secara sengaja mengatakan bahwa mereka menginginkan kehidupan suram di masa mendatang. Bagaimana tidak? Coba kita tilik berbagai macam kasus yang terjadi antara guru dengan murid. Seorang murid, dalam hal ini adalah pelajar, sudah berani menentang guru yang mengajar mereka. Sedikit guru bertindak kasar, polisi pun ikut turun tangan. Akhirnya, transformasi keilmuan antara mereka akan terganggu karena adanya ketidak selarasan antara pengajar dan pelajar. Maka di sinilah sangat penting untuk mengetahui hakikat kemanfaatan sebuah ilmu.

            Sebuah pepatah mengatakan, "Ilmu yang tidak diamalkan (bermanfaat), bagaikan pohon yang tidak berbuah." Ya, benar memang. Selama ini kita sering mendengar berbagai macam teori tentang ilmu yang bermanfaat, ilmu yang berguna dan sebagainya. Namun seringkali kita tidak mengetahui bagaimana cara agar menjadikan ilmu itu bermanfaat. Haruskah kita mengajarkan pada orang lain? Haruskah kita menularkan ilmu pada orang lain? Tentu jawabannya adalah TIDAK. Tahukah, kenapa tidak? Karena, ilmu yang bermanfaat bukan berarti harus diajarkan pada orang lain. Hal itu akan sama ketika ilmu yang kita ajarkan tidak bermanfaat, dalam artian orang tersebut tidak menerima dengan baik apa pengajaran kita. Hal ini disebabkan karena ilmu yang telah kita terima, tidak memiliki unsur kemanfaatan, yang akhirnya akan mempersulit orang lain untuk menerima transferan ilmu dari kita, dan kita pun merasa kesulitan untuk mentransfernya. Nah, di sinilah pentingnya kita semua bersama-sama membahas tentang hakikat sebuah ilmu yang bermanfaat.
            Penulis memberikan sebuah kata ampuh, yang insya Allah akan sangat berguna jika kita mau mencoba dan menerapkannya. SNI. Mungkin seringkali kita melihat kata tersebut pada produk-produk makanan dan minuman yang beredar di sekitar kita. Namun, sayang sekali, bukan itu yang penulis maksud. SNI adalah rangkaian tiga buah kata magic berupa Sabar, Nurut dan Ikhlas. Berikut pembahasan dari ketiga kata tersebut:
  • Sabar
Dalam pelaksanaan proses belajar – mengajar, seorang pelajar haruslah sabar menghadapi segala macam hal. Sebagaimana yang kita ketahui, pelajar adalah manusia paling mulia di antara manusia lainnya. Bahkan Allah menempatkan pelajar sebagai orang yang berderajat tinggi karena keilmuan mereka. Oleh karena itulah, dengan tingginya derajat ilmu itulah, tinggi pula cobaan bagi orang yang ingin mendapatkannya. Maka di sinilah ujian terberat bagi seorang pelajar, yaitu kesabaran. Jika pelajar sudah tidak sabar dalam mencari ilmu, selalu tergesa-gesa agar cepat menguasai sebuah bidang keilmuan, akhirnya menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkannya, maka sudah dapat dipastikan, tak akan manfaatlah ilmu yang dia dapatkan. Intinya, kesabaran adalah kunci awal seorang pelajar untuk mendapatkan kemanfaatan ilmu. 
  • Nurut
Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Al-Ghozaly bahwa seorang pelajar bagaikan mayit yang sedang dimandikan oleh orang yang memandikannya. Maka, mau tidak mau, mayit harus menuruti apa yang dilakukan pemandi pada dirinya. Begitu berharganya dan pentingnya seorang guru, hingga Sayyidina Ali pernah berkata bahwa beliau rela dijadikan budak oleh seorang yang pernah mengajarinya sebuah ilmu, walau hanya satu huruf saja. Di sinilah, betapa penting peran seorang guru dalam proses pembelajaran berlangsung. Tanpa seorang guru, kita semua tak akan bisa menjadi seperti sekarang ini. Tanpa seorang guru, tak akan pernah ada kemajuan teknologi. Tanpa seorang guru, tak akan pernah ada presiden, menteri. Tanpa seorang guru, tak akan pernah ada profesor, dokter, bahkan insinyur. Tanpa seorang guru pun, penulis tidak akan pernah bisa menulis tulisan yang ada di hadapan pembaca saat ini. Maka, jangan pernah sepatah katapun kita membantah perintah guru! Jangan pernah kita menyakiti hati seorang guru! Jangan pernah kita melupakan jasa seorang guru! Gurulah yang mendidik kita! Gurulah yang membimbing kita! Gurulah yang harus digugu dan ditiru! Turutilah gurumu, karena tanpanya, kau bukanlah apa-apa!
  • Ikhlas
Dalam diri manusia, ada segumpalan daging yang sangat mempengaruhi baik dan buruk diri manusia tersebut. Apakah itu? Hati. Salah satu hal yang paling dasar ketika kita mempelajari ilmu adalah ketulusan/keikhlasan. Hampir sama dengan konsep awal yakni kesabaran. Namun, di sini penulis lebih menitik beratkan pada kerelaan hati bagi siapapun yang terlibat dalam aktivitas keilmuan. Baik itu pengajar maupun pelajar. Karena, tanpa keikhlasan, ilmu tidak akan bisa ditransfer ke dalam diri pelajar dengan baik dan benar. Tanpa keikhlasan, ilmu yang berhasil ditransfer akan membawa ketidak manfaatan dan bisa jadi bencara bagi penerima ilmu. Ikhlas adalah sebuah kata yang tersembunyi di dalam lubuk hati dan bukan terucap oleh kata-kata. Maka, hakikat sebuah keikhlasan adalah berada di dalam hati. Jika ikhlas sudah keluar menjadi sebuah kata-kata, maka hal tersebut juga sudah keluar dari keikhlasan dan ketulusan. Maka hendaknya, seorang pelajar haruslah mempersiapkan hati sebelum mempelajari sebuah bidang ilmu. Sulit memang untuk menjadi seorang yang ikhlas, karena tak semua orang bisa dikatakan ikhlas walau secara dlohirnya adalah ikhlas. Tak seorangpun, bahkan malaikatpun tak pernah mengetahui apakah hati seseorang sudah ikhlas atau tidak. Oleh karenanya, jangan pernah mengatakan bahwa diri kita sudah ikhlas, hati kita sudah ikhlas, saya sudah ikhlas, dan lain sebagainya! Karena hakikat keikhlasan hanya Allah yang menentukan, apakah orang ini ikhlas atau bukan. Hal terpenting sekarang adalah, kita koreksi diri kita sendiri, jangan menilai orang lain, dan jangan pernah sok tahu tentang masalah keikhlasan!
Bagaimana mencapai SNI?
            Saat ini kita tidaklah hidup di dunia Harry Potter, di mana segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Jika kita memiliki tongkat sihir, kita tinggal mengayunkannya dengan mengatakan “Abracadabra”, dan segalanya akan berubah sesuai dengan keinginan kita? Tentu tidak. Butuh proses yang harus ditempuh. Begitu juga untuk mencapai SNI. Ketiga kata ajaib tersebut tak akan bisa diraih tanpa niat yang sungguh-sungguh tertancapkan di dalam hati kita. Karena ketiga hal tersebut berhubungan dengan hati, maka setidaknya hati kita harus bersih. Ketiganya tidak dapat dipisahkan karena saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Sabar, berhubungan dengan ikhlas, dan juga nurut. Sulit memang menjelaskan hubungan antara ketiganya. Namun, ada satu hal yang sangat penting yang harus diketahui adalah bahwa ketiganya adalah tentang masalah hati. Seorang tidak akan pernah bisa mencapai satu atau dua dari ketiganya. Mereka bagaikan organ tubuh manusia yang tak bisa dipisahkan. Bagaikan HP yang tak bisa terpisah dengan komponennya. Tentunya, jika kita ingin memiliki sebuah HP baru, tentu kita tidak akan membeli hanya pada bagian batrei saja, atau keypadnya saja. Begitu pula dengan SNI, yang tidak bisa didapat hanya pada bagian Sabar saja, atau Nurut saja atau bahkan Ikhlas saja. Jika syarat untuk membeli HP baru adalah memiliki uang yang cukup, maka syarat untuk mendapatkan SNI adalah niat dan kebersihan hati yang cukup. Untuk membersihkan hati kita dari penyakit-penyakitnya, berdoalah kepada Allah! Karena hanya Allah dan keinginan kuat kitalah yang bisa menyembuhkan penyakit hati yang mengotorinya. Berdoa dan memohon ampunan kepada Allah, jangan pernah berhenti berdoa, dan percayalah bahwa Allah akan membantu kita semua.
            Terakhir, penulis berpesan kepada semua pelajar, bahwa jangan pernah mempercayai tulisan ini sebelum dibuktikan sendiri! Buktikan kehebatan SNI, dan keajaiban yang akan datang dari Allah setelah mengaplikasikan SNI tersebut! Percayalah bahwa keajaiban akan datang kepada orang-orang yang benar-benar bersungguh-sungguh! Wallahu a’lam. ^_^
* Penulis adalah Mahasiswa UIN Sunan Ampel
Prodi PAI Smt. 4

1 comment: