SNI, Jalan Kemanfaatan
Oleh:
M. Fakri Islami Arif*
Sebagai seorang pelajar, tentu kita
mengetahui bagaimana tata cara agar apa yang telah kita pelajari selama ini
bisa berguna dan bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Di sini, penulis
menggunakan kata "pelajar" bukan berarti hanya teruntukkan pada pelajar
SD – SMA saja, melainkan semua orang yang sedang belajar. Pelajar berarti
seseorang yang melakukan aktivitas berupa belajar. Sedangkan pengajar adalah
orang yang melakukan aktivitas mengajar. Penulis tidak membedakan antara Pelajar
dan Mahasiswa, karena Mahasiswa juga termasuk orang yang melakukan aktivitas
belajar. Bahkan, seorang yang tua pun bisa dikatakan pelajar jika dia adalah
pelaku belajar. Tanpa membahas panjang lebar mengenai "pelajar",
penulis akan langsung membahas tentang beberapa hal yang harus dipahami bersama
sebagai seorang pelajar.
Tentunya, setiap orang menginginkan
kebahagiaan kelak di masa depan. Tak seorang pun berharap masa depannya akan
suram dan penuh dengan kegelapan. Semua orang menyadari hal tersebut. Namun
pada kenyataannya, perilaku mereka secara sengaja mengatakan bahwa mereka
menginginkan kehidupan suram di masa mendatang. Bagaimana tidak? Coba kita
tilik berbagai macam kasus yang terjadi antara guru dengan murid. Seorang
murid, dalam hal ini adalah pelajar, sudah berani menentang guru yang mengajar
mereka. Sedikit guru bertindak kasar, polisi pun ikut turun tangan. Akhirnya,
transformasi keilmuan antara mereka akan terganggu karena adanya ketidak
selarasan antara pengajar dan pelajar. Maka di sinilah sangat penting untuk mengetahui
hakikat kemanfaatan sebuah ilmu.
Sebuah pepatah mengatakan, "Ilmu
yang tidak diamalkan (bermanfaat), bagaikan pohon yang tidak berbuah." Ya,
benar memang. Selama ini kita sering mendengar berbagai macam teori tentang
ilmu yang bermanfaat, ilmu yang berguna dan sebagainya. Namun seringkali kita
tidak mengetahui bagaimana cara agar menjadikan ilmu itu bermanfaat. Haruskah
kita mengajarkan pada orang lain? Haruskah kita menularkan ilmu pada orang
lain? Tentu jawabannya adalah TIDAK. Tahukah, kenapa tidak? Karena, ilmu yang
bermanfaat bukan berarti harus diajarkan pada orang lain. Hal itu akan sama
ketika ilmu yang kita ajarkan tidak bermanfaat, dalam artian orang tersebut
tidak menerima dengan baik apa pengajaran kita. Hal ini disebabkan karena ilmu yang
telah kita terima, tidak memiliki unsur kemanfaatan, yang akhirnya akan
mempersulit orang lain untuk menerima transferan ilmu dari kita, dan kita pun
merasa kesulitan untuk mentransfernya. Nah, di sinilah pentingnya kita semua
bersama-sama membahas tentang hakikat sebuah ilmu yang bermanfaat.
Penulis memberikan sebuah kata
ampuh, yang insya Allah akan sangat berguna jika kita mau mencoba dan
menerapkannya. SNI. Mungkin seringkali kita melihat kata tersebut pada
produk-produk makanan dan minuman yang beredar di sekitar kita. Namun, sayang sekali,
bukan itu yang penulis maksud. SNI adalah rangkaian tiga buah kata magic berupa Sabar, Nurut dan Ikhlas.
Berikut pembahasan dari ketiga kata tersebut:
- Sabar
- Nurut
Sebagaimana
yang disebutkan oleh Imam Al-Ghozaly bahwa seorang pelajar bagaikan mayit yang
sedang dimandikan oleh orang yang memandikannya. Maka, mau tidak mau, mayit
harus menuruti apa yang dilakukan pemandi pada dirinya. Begitu berharganya dan
pentingnya seorang guru, hingga Sayyidina Ali pernah berkata bahwa beliau rela
dijadikan budak oleh seorang yang pernah mengajarinya sebuah ilmu, walau hanya
satu huruf saja. Di sinilah, betapa penting peran seorang guru dalam proses
pembelajaran berlangsung. Tanpa seorang guru, kita semua tak akan bisa menjadi
seperti sekarang ini. Tanpa seorang guru, tak akan pernah ada kemajuan
teknologi. Tanpa seorang guru, tak akan pernah ada presiden, menteri. Tanpa
seorang guru, tak akan pernah ada profesor, dokter, bahkan insinyur. Tanpa
seorang guru pun, penulis tidak akan pernah bisa menulis tulisan yang ada di
hadapan pembaca saat ini. Maka, jangan pernah sepatah katapun kita membantah
perintah guru! Jangan pernah kita menyakiti hati seorang guru! Jangan pernah kita
melupakan jasa seorang guru! Gurulah yang mendidik kita! Gurulah yang
membimbing kita! Gurulah yang harus digugu dan ditiru! Turutilah gurumu,
karena tanpanya, kau bukanlah apa-apa!
- Ikhlas
Dalam
diri manusia, ada segumpalan daging yang sangat mempengaruhi baik dan buruk
diri manusia tersebut. Apakah itu? Hati. Salah satu hal yang paling dasar
ketika kita mempelajari ilmu adalah ketulusan/keikhlasan. Hampir sama dengan
konsep awal yakni kesabaran. Namun, di sini penulis lebih menitik beratkan pada
kerelaan hati bagi siapapun yang terlibat dalam aktivitas keilmuan. Baik itu
pengajar maupun pelajar. Karena, tanpa keikhlasan, ilmu tidak akan bisa
ditransfer ke dalam diri pelajar dengan baik dan benar. Tanpa keikhlasan, ilmu
yang berhasil ditransfer akan membawa ketidak manfaatan dan bisa jadi bencara
bagi penerima ilmu. Ikhlas adalah sebuah kata yang tersembunyi di dalam lubuk
hati dan bukan terucap oleh kata-kata. Maka, hakikat sebuah keikhlasan adalah
berada di dalam hati. Jika ikhlas sudah keluar menjadi sebuah kata-kata, maka
hal tersebut juga sudah keluar dari keikhlasan dan ketulusan. Maka hendaknya,
seorang pelajar haruslah mempersiapkan hati sebelum mempelajari sebuah bidang
ilmu. Sulit memang untuk menjadi seorang yang ikhlas, karena tak semua orang bisa
dikatakan ikhlas walau secara dlohirnya adalah ikhlas. Tak seorangpun,
bahkan malaikatpun tak pernah mengetahui apakah hati seseorang sudah ikhlas
atau tidak. Oleh karenanya, jangan pernah mengatakan bahwa diri kita sudah
ikhlas, hati kita sudah ikhlas, saya sudah ikhlas, dan lain sebagainya! Karena
hakikat keikhlasan hanya Allah yang menentukan, apakah orang ini ikhlas atau
bukan. Hal terpenting sekarang adalah, kita koreksi diri kita sendiri, jangan
menilai orang lain, dan jangan pernah sok tahu tentang masalah keikhlasan!
Bagaimana
mencapai SNI?
Saat ini kita tidaklah hidup di
dunia Harry Potter, di mana segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Jika kita memiliki tongkat sihir, kita tinggal mengayunkannya dengan mengatakan
“Abracadabra”, dan segalanya akan berubah sesuai dengan keinginan kita? Tentu tidak.
Butuh proses yang harus ditempuh. Begitu juga untuk mencapai SNI. Ketiga kata
ajaib tersebut tak akan bisa diraih tanpa niat yang sungguh-sungguh
tertancapkan di dalam hati kita. Karena ketiga hal tersebut berhubungan dengan
hati, maka setidaknya hati kita harus bersih. Ketiganya tidak dapat dipisahkan
karena saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Sabar, berhubungan
dengan ikhlas, dan juga nurut. Sulit memang menjelaskan hubungan antara
ketiganya. Namun, ada satu hal yang sangat penting yang harus diketahui adalah
bahwa ketiganya adalah tentang masalah hati. Seorang tidak akan pernah bisa
mencapai satu atau dua dari ketiganya. Mereka bagaikan organ tubuh manusia yang
tak bisa dipisahkan. Bagaikan HP yang tak bisa terpisah dengan komponennya. Tentunya,
jika kita ingin memiliki sebuah HP baru, tentu kita tidak akan membeli hanya
pada bagian batrei saja, atau keypadnya saja. Begitu pula dengan SNI, yang
tidak bisa didapat hanya pada bagian Sabar saja, atau Nurut saja atau bahkan
Ikhlas saja. Jika syarat untuk membeli HP baru adalah memiliki uang yang cukup,
maka syarat untuk mendapatkan SNI adalah niat dan kebersihan hati yang cukup. Untuk
membersihkan hati kita dari penyakit-penyakitnya, berdoalah kepada Allah! Karena
hanya Allah dan keinginan kuat kitalah yang bisa menyembuhkan penyakit hati
yang mengotorinya. Berdoa dan memohon ampunan kepada Allah, jangan pernah
berhenti berdoa, dan percayalah bahwa Allah akan membantu kita semua.
Terakhir, penulis berpesan kepada
semua pelajar, bahwa jangan pernah mempercayai tulisan ini sebelum dibuktikan
sendiri! Buktikan kehebatan SNI, dan keajaiban yang akan datang dari Allah
setelah mengaplikasikan SNI tersebut! Percayalah bahwa keajaiban akan datang
kepada orang-orang yang benar-benar bersungguh-sungguh! Wallahu a’lam.
^_^
*
Penulis adalah Mahasiswa UIN Sunan Ampel
Prodi
PAI Smt. 4
bbb
ReplyDelete